Mendung siang itu, hari ke enam bulan Juni. Saya, dan dua teman saya beranikan diri untuk bersilaturahim dengan para penghuni BPSW (maaf lupa kepanjangannya, yang pasti itu adalah panti rehabilitasi PSK) di daerah Cirebon Utara. Itu adalah kali kedua kami mengunjungi tempat itu. Namun karena mungkin rentang waktu yang cukup jauh, rasanya sangat segan kaki ini memasuki gerbang tempat itu.
Di pintu masuk, ada beberapa laki-laki berbadan kekar yang bertugas sebagai BANPOL. Uuuh…syereeeeem. Suasana aneh mulai menyeruak saat satu demi satu ruangan di tempat itu saya masuki. Tepat, setelah itu, tempat terbuka berupa lapangan kecil yang dikelilingi kamar-kamar yang telah dipenuhi sekitar 130 PSK terekrut. Entah kenapa, jantung ini tiba-tiba berdegup sangat kencang, nyali ini tiba-tiba menciut saat saya melihat beberapa di antara mereka yang sedang duduk-duduk di teras kamar mereka, dengan pakaian dan dandanan yang ….yaaa....gitu deh.
Alhamdulillah, akhirnya kami bisa menemui ‘umi’ yang mengelola tempat itu, namanya teh Ineu. Kebetulan beliau adalah kakak dari salah satu temanku yang ikut ke tempat itu. Kami pun ngobrol panjang lebar. Penghuni BPSW adalah seluruh PSK yang berhasil dijaring se-Jabar. Ada dari Bekasi, Karawang, Bandung, Tasik, Garut dan juga tentunya Cirebon. Namun untuk Cirebon hanya ada sekitar 30% dari 130 yang terekrut.
Mereka akan dibina di tempat itu selama kurang lebih 4 (empat) bulan, dengan pembekalan berupa latihan karya seperti masak, jahit dan …ah, maaf lupa satunya lagi. Setelah pembinaan selesai, mereka pun akan dibekali modal awal sesuai dengan karya yang mereka tekuni selama 4 bulan itu. Misalnya, jika mereka di bidang menjahit, mereka akan dibekali mesin jahit dan kain sebagai modal awal mereka berusaha.
Cukup menolong, tapi ternyata tidak cukup efektif merubah mereka. Tidak sedikit dari mereka yang kembali ke pekerjaan awal mereka, ‘jualan.’ Bukan permasalahan yang mudah untuk diselesaikan, apalagi dengan memandang bahwa dengan ‘mensejahterakan’ mereka, semua akan beres. Ini memang kekurangan yang tidak difikirkan oleh BPSW. Tidak ada pembaharuan ruhiyah di tempat itu. Ketika coba saya tanyakan, jawabannya sangat menggantung. Ya, apa boleh buat. Kepalanya saja tidak memikirkan tentang itu. Dan memang ketika saya mengamati orang-orang yang bertanggung mengelola tempat itu, ehm… sangat jauh dari teladan.
Kecuali teh Ineu dan suaminya. Keberadaan teh Ineu di situ, hanya menjadi imam shalat dan memberikan ceramah keagamaan seminggu sekali. Mana cukup? Namun setidaknya dengan kedekatan emosional yang bagus dengan mereka, bisa membuat mereka berkaca.
Bukan hal mudah mendekati dan membuka komunikasi dengan mereka. Butuh kekuatan mental dan kecakapan yang baik, yang bisa menggaet hati mereka. Membuat mereka berfikir panjang dan dalam tentang makna kehidupan. Banyak di antara mereka yang masih sangat muda, di bawah 15 tahun. Masa muda yang suram. Pun mereka yang berusia 40 tahun ke atas. Ehm…apa sebenarnya yang mereka fikirkan dan mereka cari di usia yang hampir senja itu.
Ada sedih, marah dan entah perasaan macam apa yang saya rasakan ketika mendengar cerita tentang mereka. Tentang latar belakang mereka menjadi tukang ‘jualan.’ Ada yang disuruh suaminya, orang tuanya, karena memang tidak ada pekerjaan lain, sampai ada yang hanya karena hobi. WHAT ???? hobi ???? Innalillahi …..
Satu hal yang menjadi pesan teh Ineu, jangan pandang mereka sebelah mata. Apa yang mereka lakukan memang sesuatu yang sangat hina dan dilaknat. Apalagi dengan ancaman penyakit yang belum ada penyembuhnya. Namun, mereka adalah wanita-wanita ‘special need.’ Siapa yang akan merubah mereka kalau bukan kita? Mengharapkan pemerintah tanggap? sangat mustahil.
Itu adalah kasus yang menjadi kewajiban kita sebagai muslimah. Dan selayaknya kita segera mengambil peran. Bukan dengan cercaan kita mengomentari mereka, namun dengan gagasan dan program solutive yang mampu mengeluarkan mereka dari jerat setan yang menguasai mereka.
Dan semoga kita tak pernah memikirkan mereka. Tak cukup memikirkan tentunya, namun juga berbuat untuk mereka. Ambillah peran itu, karena itu adalah kewajiban kita. MARI BEKERJA !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar