Minggu, 01 Agustus 2010

Berkorban Karena Cinta

oleh Syahidah Lamno

“ Katakan bahwa engkau mencintaiku,” ungkap seorang sahabat suatu hari. “Maaf, aku bukan tipe orang yang mudah mengucapkan cinta atau sayang, bagiku keduanya tak musti diungkapkan, yang penting adalah perbuatannya.”
Dua persepsi yang berbeda, dari dua orang yang memaknai cinta. Satu, dia berpendapat cinta adalah kata yang selayaknya diungkapkan sebagai pembuktian, sedangkan orang kedua, cinta tidak musti di ungkapkan, yang penting adalah perbuatan. Cinta baginya adalah kata kerja yang memang hanya bisa diterjemahkan dengan perbuatan. Tak perlu mengumbar kata-kata manis, cukup dengan perbuatan yang mewakilinya.
Memang, teladan kita, Rasulullah saw, pernah mengatakan kepada kita, kurang lebih seperti ini, “ Jika engkau mencintai saudaramu, maka sampaikanlah, itu akan mengukuhkan hubungan diantara kalian.” Satu anjuran yang indah, dan rasional. Ungkapan cinta, akan sangat berdampak positif pada psikologi seseorang. Memberikan asupan “energi” yang luar biasa. Membuat bibir manyun menjadi senyum, membuat hati yang mendung menjadi bersinar seperti mentari. Segalanya menjadi indah, itu intinya.
Namun, ternyata tidak semua orang mampu mengungkapkan kata itu. Hal ini pula yang kadang menjadi permasalahan di antara orang-orang yang saling mencintai. Seperti kisah di atas. Dan, alangkah bijaknya, bila setiap kita tidak terlalu banyak menuntut orang yang kita cintai untuk berbuat seperti keinginan kita. Perbanyaklah berbuat, itu pun akan lebih mampu mengukuhkan.
Apalah artinya kata jika tanpa pembuktian ?
Ketika kita bertekad untuk mencintai, bertekadlah untuk memberi. Memberikan pengorbanan. Pengorbanan waktu, tenaga, fikiran, harta dan apa saja yang kita miliki. Alaminya, semangat berkorban itu, bahkan lebih kuat mendorong untuk segera dilakukan, dari pada lisan yang mendorong untuk mengatakan. Perbuatan secara tidak langsung adalah terjemahan hati, tetapi kata, tidak selamanya adalah bukti isi hati.
Kekuatan cinta yang hadir di dalam sebuah hati, sejatinya membuat segumpal hati itu berbuat untuk hati yang di tautkan. Tak mustahil ketika hati kemudian mengalah untuk kebahagiaan hati tertaut atau menangis demi senyum hati yang tertaut. Ia kuat karena cinta yang ikhlas. Tak menuntut ketika cinta tak berbalas, atau mencaci ketika cinta dikhianati.
Teringat kesetiaan cinta Abu Bakar Ash Shiddiq kepada sahabat tercinta, Rasulullah saw. Nyawa menjadi taruhan dalam setiap peristiwa. Hati lembut Abu Bakar yang tersentak ketika kekasihnya itu mengisyaratkan perpisahan pasca haji wada’. Tangispun tak sanggup dibendung. Pecah seketika. Pun Rasulullah, yang tak ragu menyatakan cintanya kepada Abu Bakar di hadapan sahabat yang lain. Namun, tetap indah, tak ada dengki apalagi sikap cemburu yang membabi buta. Keikhlasan cinta yang tumbuh, tak mengeruhkan sikap. Justru menghadirkan perlombaan cinta yang begitu kompak di antara mereka.
Cintailah saudara kita dengan kecintaan yang ikhlas dan adil. Cinta yang tak hanya kita semai di dunia ini namun juga di hamparan hijaunya taman Firdaus. Semoga.

1 komentar: